Langsung ke konten utama

PENGERTIAN FILSAFAT SENI







 
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan, karena dalam filsafat banyak ilmu yang dikaji. Filsafat adalah pandangan tentang dunia dan alam yang dinyatakan secara teori. Filsafat adalah suatu ilmu atau metode berfikir untuk memecahkan gejala-gejala alam dan masyarakat. Filsafat mempersoalkan soal-soal: etika/moral, estetika/seni, sosial dan politik, epistemologi/tentang asal pengetahuan, ontologi/tentang manusia, dan objek kajian lainnya. Dalam hal ini, kita akan mengkaji mengenai Filsafat Seni. Filsafat seni identik membahas mengenainilai rendah dan tidak rendah, karenanya lebih cenderung untuk diterapkan kepada soal seni. Namun, dalam filsafat seni dapat dikatakan subjektif. Filsafat seni mempersoalkan status ontologis dari sebuah karya seni dan mempertanyakan pengetahuan apakah yang dihasilkan oleh seni, serta apakah yang dapat diberikan oleh seni untuk menghubungkan manusia dengan realitas.
Menurut kaum empiris dari zaman Barok, permasalahan seni ditentukan oleh reaksi pengamatan terhadap karya seni. Perhatian terletak pada penganalisisan terhadap rasa seni, rasa indah, dan rasa keluhuran (keagungan). Namun berdasarkan pernyataan tersebut, yang menjadi permasalahan adalah bahwa filsafat seni di satu pihak menekankan pada penganalisisan obyektif dari benda seni, di pihak lain pada upaya subyektif pencipta dan upaya subyektif dari apresiator. Hal tersebut menimbulkan persoalan mengenai filsafat seni. Dengan demikian, penulis akan mengkaji lebih dalam mengenai filsafat seni; definisi yang dikemukakan oleh para filsuf tetapi lebih menekankan dan mengkaji pada pemikiran filsuf Arthur Schopenhauer - pemikiran, permasalahan, serta kritik dalam filsafat seni.

PEMBAHASAN

1.      Pengertian Filsafat Seni
Untuk memahami filsafat seni atau estetika, terlebih dahulu kita melihat kedudukan seni dalam keseluruhan sistem filsafat filsuf ini. Istilah seni (art) berasal dari kata latin Ars yang berarti seni, keterampilan, ilmu dan kecakapan. Ada beberapa definisi mengenai seni dan filsafat seni yang dikemukakan oleh para filsuf seni. Diantaranya oleh G.W.F Hegel (1770-1831), seorang Filsuf Idealisme Jerman, berpendapat seni adalah medium material sekaligus faktual. Keindahan karya seni bertujuan menyatakan kebenaran. Baginya kebenaran adalah "keseluruhan". Sehubungan dengan gagasan kebenaran yang dikemukakannya, karya seni adalah presentasi indrawi dari ide mutlak (Geist) tingkat pertama. Dalam pemikiran Hegel, ide atau roh subyektif dan roh obyektif senantiasa berada didalam ketegangan. Ide-ide mutlak mendamaikan ketegangan ini. Maka sebagai ide mutlak tingkat pertama pada seni roh subyektif dan roh obyektif didamaikan. Subyek dan obyek kemudian berada didalam keselarasan sempurna.
Menurut Arthur Schopenhauer sendiri, seni merupakan segala usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan, tiap orang senang dengan seni musik meskipun seni musik adalah seni yang paling abstrak. Berbicara tentang filsafat seni, simbol-simbol perlu mendapat perhatian untuk mempertahankan segi “misteri” pengalaman manusia.
Filsafat seni bagi para filsuf seni, berbicara mengenai ide, makna, pengalaman, intuisi, semua menunjukkan sifat simbolik dari seni. Pada awalnya, Socrates yang berpikir mengenai filsafat seni, sehingga Ia dikenal sebagai Bapak Filsafat Seni/Keindahan. Panggilan filosofis dalam konteks filsafat seni menuntut kerelaan, keterbukaan, dan tidak pernah prasangka apriori. Artinya, persoalan senidapat dibahas dari sudut pandang disiplin ilmu manapun. Dalam definisi mengenai seni merupakan proses cipta, rasa, dan karsa. Seni tidak akan ada bila manusia tidak dihadiahi daya cipta. Filsafat dan seni sebagai komunikasi yang kreatif, tetapi cara dan tujuannya berbeda.

Filsafat adalah : usaha mencari kebenaran,sedangkan seni lebih pada kreasi dan menikmati nilai.Bahkan bila seni menggunakan bahasa seperti dalam sastra, penggunaan ini tidak sama dalam filsafat. Tujuan dari seni adalah membangkitkan emosi estetik, sementara dalam filsafat, bahasa adalah alat untuk mengucapkankebenaran. Melalui filsafat seni, pemahaman tentang seni akan lebih kaya. Banyak hal yang dapat dipertanyakan. Namun, pertanyaan sebagai tantangan, bahwa filsafat seni adalah bukan sekedar sejarah seni.
2.      Sejarah Filsafat Seni/Estetika
Sejarah perkembangan estetika didasarkan pada sejarah perkembangan estetika di Barat yang dimulai dari filsafat Yunani Kuno. Hal ini dikarenakan estetika telah dibahas secara terperinci berabad-abad lamanya dan dikembangkan dalam lingkungan Filsafat Barat. Hal ini bukan berarti di Timur tidak ada pemikiran estetika.Sebagaimana filsafat sejarah menurut Hegel adalah sejarah filsafatnya itu sendiri, demikian pula filsafat seni tampaknya tidak lain dalam sejarah seni itu sendiri. Roh merealisasikan diri dalam waktu, dan itulah yang disebut dengan sejarah.
Sejarah kesenian menguraikan fakta obyektif dari perkembangan evolusi bentuk-bentuk kesenian, dan mempertimbangkan berbagai interpretasi psikologis. Sepanjang sejarah filsafat, pandangan dan pendapat dari para filsuf tentang masalah estetis sangatlah bervariasi. Dalam buku Pengantar Filsafat oleh Jan Hendrik Rapar, Berdasarkan sejarah periode filsafat seni/estetika, pada abad pertengahan seni tidak begitu mendapat perhatian dari para filsuf. Itu karena gereja Kristen semula bersikap memusuhi seni karena dianggap duniawi dan merupakan produk bangsa kafir Yunani dan Romawi. Akan tetapi, pada saat itu filsuf Augustinus (354-430) memiliki minat cukup besar pada seni. Ia menciptakan suatu Filsafat Platonisme Kristen dengan mengajarkan bentuk-bentuk Platonis (Platonic forms) Sementara G.W.F Hegel (1770-1831) dan Arthur Schopenhauer 1788-1860) mencoba menyusun tata jenjang bentuk-bentuk seni itu. Bagi pemikiran Hegel, Arsitektur berada pada tingkatan paling bawah dan puisi berada pada puncaknya.
Secara garis besarnya, tahapan periodisasi estetika/seni disusun dalam delapan periode, yaitu:
1) Periode  Klasik (dogmatik)
2) Periode Skolastik
3) Periode Rennaisance
4) Periode Aufklarung
5) Periode Idealis
6) Periode Romantik
7) Periode Positifistik
8) Periode Kontemporer
a.  Periode Klasik (Dogmatik)
Dalam periode ini para filsuf yang membahas estetika diantaranya adalah Socrates, Plato dan Aristoteles. Dari ketiga filsuf tersebut dapat dikatakan bahwa Socrates sebagai perintis, Plato yang meletakkan dasar-dasar estetika dan Aristoteles yang meneruskan ajaran-ajaran Plato.
Dalam periode ini ada beberapa ciri mengenai pandangan estetikanya, yaitu:
1.Bersifat metafisik
Keindahan adalah ide, identik dengan ide kebenaran dan ide kebaikan. Keindahan itu mempunyai tingkatan kualitas, dan yang tertinggi adalah keindahan Tuhan.
2.Bersifat objektifistik
Setiap benda yang memiliki keindahan sesungguhnya berada dalam keindahan Tuhan. Alam menjadi indah karena mengambil peranannya atau berpartisipasi dalam keindahan Tuhan.
3.Bersifat fungsional
Pandangan tentang seni dan keindahan haruslah berkaitan dengan kesusilaan (moral), kesenangan, kebenaran serta keadilan.
3.      Pernyataan Filsuf tentang Filsafat Seni
Para filsuf mengemukakan pemikirannya pada Filsafat Seni. Pendapat dari Plato, yakni Seni adalah keterampilan untuk memproduksi sesuatu, bagi Plato apa yang disebut dengan hasil seni adalah tiruan (immitation), sebagai contohnya pelukis yang sedang melukis panorama alam sesungguhnya hanya meniru panorama alam yang pernah dilihatnya. Begitupun dengan Aristoteles, ia sependapat dengan Plato yang menganggap bahwa seni merupakan tiruan dari berbagai hal yang ada. Namun perbedaannya adalah, Plato menganggap bahwa seni itu tidak begitu penting meskipun karya tulisnya adalah karya-karya seni sastra yang tak tertandingi sampai sekarang ini, Aristoteles justru menganggap penting karena memiliki pengaruh besar bagi manusia.
Filsuf lain, Alexander Baumgarten (1714-1762), seorang filsuf Jerman adalah yang pertama memperkenalkan kata aisthetikal. Baumgarten memilih estetika karena ia mengharapkan untuk memberikan tekanan kepada pengalaman seni sebagai suatu sarana untuk mengetahui (The perfection of sentient knowledge).
4.      Kritik Seni
Kritik seni termasuk dalam filsafat seni. Kritik seni merupakan kegiatan subyektivitas pada suatu bentuk artistik juga moralnya sebagai pencerminan pandangan hidup penciptanya. Pertimbangan berdasarkan ukuran sesuai dengan kebenaran berpikir logis. Maka kritik hampir selalu mengarah pada filsafat seni. Penjelasan lain mengenai kritik seni yakni sebagai bidang pengetahuan dan sebagai proses kegiatan.
Namun demikian, dalam arti umum sesungguhnya kritik adalah suatu penafsiran yang beralasan dan penghargaan terhadap suatu hal berdasarkan pengetahun, ukuran baku dan cita rasa yang bertalian dengan hal itu dari orang yang melakukanya. Jadi kritik lebih mengutamakan perbuatan yang bersifat pribadi, berdasarkan keyakina subyektif dan cita rasa perseorangan.



5.      Filsafat seni menurut Jakob Sumardjo
a.      Seni sebagai ekspresi
            Ekspresi dalam seni adalah sebuah pengungkapan seniman dalam sebuah proses kreatif melalui medium seni. Ungkapan-ungkapan yang dipresentasikan seniman lewat media seni dapat memiliki ragam komentar tergantung penanggap seninya. Kreativitas seniman menjadi tantangan bagi masyarakat seni dalam menafsirkan ide, makna dan segala sesuatu yang seniman ingin ungkapkan, hamper sama seperti permainan logika.
            Kreativitas seniman ada karena ada pendahulunya dan merupakan upaya agar menjadi ‘beda’ tanpa menghilangkan makna. Seniman yang baik adalah seniman yang membuat perubahan atau pembaruan menjadi lebih nyaman, sesuai, dengan menutup puzzleyang hilang dari pendahulunya.
            Akar kreativitas seniman adalah tradisi yang ada pada lingkungannya. Sesuai dengan waktu yang terus berjalan dan tidak akan mundur lagi, maka seniman diharapkan membuat karya yang maknanya tetap berlaku pada tradisinya dan disesuaikan dengan zaman yang sedang dialami oleh seniman tersebut.
            Tujuan seni adalah agar masyarakat dapat memetik manfaat, baik secara etik maupun estetik dan logika. Baik seni untuk masyarakat ataupun seni untuk seni, keduanya sama-sama memiliki manfaat bagi masyarakat. Kreativitas seniman juga diuji dalam mempresentasikan karya seninya, hal ini berkaitan dengan teknik dan keahlian pengolahan media seni yang dimiliki oleh seniman. Tujuannya cukup jelas, yaitu agar masyarakat dapat hidup berdampingan dengan seni yang memberi manfaat.
            Mengenai moralitas seniman yang terkadang terpojok oleh karena banyak tekanan dari berbagai faktor, baik ekonomi, politik maupun banyak hal lain, hal tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak dalam memposisikan seni “sebagai apa?” dalam masyarakatnya. Yang terpenting adalah seniman tidak menggadaikan makna untuk hal yang murahan.


b.      Seni sebagai benda
            Seni akan berubah makna pada setiap zaman,setting dan situasi di mana seni itu berada. Seni digolongkan berdasarkan indera yang dimiliki manusia dan material seni, karena manusialah yang akhirnya akan menggunakan seni tersebut demi tujuannya dan material sebagai bentuk karya seni.
            Seni terbagi dalam beberapa golongan antara lain seni visual, seni audio dan seni audio-visual sisanya adalah pengembangan lewat peleburan, kolaborasi, teknologi dan kemampuan teknis lain dari seniman. Hasil karya seniman yang dipresentasikan lewat media dan material atau benda seni akan memiliki nilai  dari masing-masing individu penanggap seni maupun masyarakat yang berkaitan dengan setting dimana karya seni itu berada.
            Fungsi dari benda seni semata-mata adalah dokumentasi dari nilai seni yang terkandung di dalamnya. Nilai yang terkandung dalam benda seni terdapat pada estetika (etika, logika) dan makna yang terkandung dalam benda seni tersebut. Estetika dalam bentuk seni dapat dianalisa lewat material yang digunakan, makna yang terkandung dalam benda seni dapat dilihat dari fungsi dalam masyarakat. Masyarakat yang memandang seni sebagai estetik disebut formalis dan masyarakat yang memandang seni dari makna yang terkandung dari benda seni disebut philistin.  Masyarakat formalis lebih memandang seni secara teknis dan teoritis, sedangkan masyarakat philistin melihat “apa” yang terkandung dalam bentuk dari seni.
            Seni yang memiliki makna adalah seni yang dapat menggiring penikmatnya kedalam tujuan seni tersebut. Sebuah karya seni memiliki tujuan menginformasikan sesuatu, dan jika  informasi tersebut dapat ditangkap oleh penikmatnya, maka seni tersebut memiliki makna. Makna yang terkandung benda seni juga dapat artikan beragam tergantung dimana posisi penanggap seni tersebut.
c.       Seni sebagai nilai
            Seni sebagai nilai akan dikembalikan kepada masyarakat seni itu sendiri, bagaimana seni diposisikan didalam pikiran masyarakat tersebut. Bersifat subjektif dan memiliki tantangan yang luar biasa bagi senian agar usaha mempresentasikan seni yang dilakukan dapat “diakui” nilainya. Popular atau tidaknya sebuah seni bukan acuan dari keberhasilan seniman membuat benda seni menjadi bernilai, kualitas yang didambakan masyarakat setidaknya dapat menjadi acuan dalam usaha “seni mendapatkan nilainya”.
            Nilai yang dapat diambil dari seni adalah filsafat yang terkandung didalamnya. Hal yang menjadikan seni sangat bernilai dimulai dari kualitas baik estetik, logika dan etika. Penanggap seni yang baik akan melihat seni dari berbagai sudut agar mendapatkan nilainya. Bisa jadi benda yang biasa saja menjadi sangat mahal jika benda tersebut “diciptakan” dalam kondisi-kondisi yang dianggap individu atau kelompok sangat bersejarah. Seperti naskah kuno Majapahit dalam toko buku yang kecil di simpang jalan jika ada.
            “Seni merupakan penawar sakit disaat manusia membutuhkan ketenangan jiwa”.

d.      Seni sebagai pengalaman
            Pengalaman seni merupakan respon estetik yang merupakan modal dasar individu sebagai kritikus seni, seniman atau masyarakat intelektual seniman lainnya. Pengalaman seni merupakan pengalaman yang utuh meliputi indrawi dan ragawi. Memiliki level atau tingkatan keahlian yang terstruktur berdasarkan berbagai hal yang sudah dibuat, dimaknai dan disimpulkan dan bersifat subjektif.
            Pengalaman artistik merupakan pengalaman yang diperoleh atas usaha berkarya dengan acuan-acuan karya seni sebelumnya. Pengalaman artistic juga dapat menjadi dasar atas “tindakan spontan” saat seniman dalam proses berkarya. Seniman sebagai manusia yang memiliki pola berpikir “kurang puas” akan membuat suatu karya yang baru, memodifikasi tradisi dan mempresentasikan kontradiksi dalam masyarakatnya, hal ini dinamakan seniman avant gardist.
            Dalam memproduksi karya seni baik yang main stream maupun avant garde mau tidak mau berkaitan dengan material yang digunakan untuk menerjemahkan gagasan yang ada pada seniman tersebut. Penanggap seni akan menjadi wasit, hakim dan atau penengah dalam menangkap gagasan yang dibuat seniman lewat benda seni.
            Seni merupakan suatu hal  independent yang masing-masing individu dapat menilainya dari segi manapun tanpa tekanan darimanapun. Seni adalah bentuk dokumentasi dari zamannya dan dapat diartikan baragam opini dari siapapun. Yang merupakan kesalahan tafsir atas seni adalah tafsir atau pendapat dari seniman pembuat yang dibenarkan secara mutlak. Dengan begitu penanggap seni telah memenjarakan pendapatnya yang seharusnya bebas dalam penafsiran subjektif, namun penafsiran subjektif tersebut akan jauh lebih bermakna jika penanggap seni tersebut telah memiliki sejumlah syarat dalam menilai sebuah karya seni, pengalaman seni salah satunya.
            Menilai sebuah karya seni yang nantinya akan bersifat subjektif akan bersinggungan dengan selera dari penanggap seni tersebut. Selera yang ada pada penanggap seni berdiri diatas latar belakangnya seperti lingkungan, pendidikan, pengalaman seni. Penanggap seni yang memiliki latar belakang yang lebih baik dari penanggap seni yang lain akan lebih bijaksana dalam menilai sebuah karya seni.
            Kepentingan individu juga menjadi penjara dalam memaknai nilai seni. Sebut saja ekonomi, sebuah kelompok musik asal Bandung ST12 yang popular saat ini. Menurut penulis, kelompok musik tersebut menggadaikan makna seni musik demi beberapa nilai uang yang seharusnya berkarya berdasarkan kejujuran dan presentasi dari kemampuan yang sebenarnya. Kelompok musik tersebut sebenarnya memiliki modal berkesenian yang jauh lebih eksplosif jika digunakan dengan semestinya, namun besar kemungkinan karena terjebak dengan iming-iming  popularitas dan ekonomi, kelompok musik tersebut rela menggadaikan makna seni, mengecoh masyarakat dengan sajian kualitas musik yang “tidak pintar”, itu salah satu bentuk subjektifitas apresisasi penulis dalam mengkritisi karya yang dibuat oleh sebuah kelompok musik  yang sudah disebut.

e.       PUBLIK SENI
            Publik seni adalah masyarakat yang ada pada lingkungan seniman dan memiliki latar belakang yang berbeda. Dari latar belakang yang berbeda tersebut pula hadir “nilai” yang beragam tentang seni dan benda seni. Seni tidak hanya melulu tentang benda seni dan seniman yang membuatnya, masyarakat seni merupakan “pasar” yang akan mengkonsumsi seni tersebut, hasilnya adalah nilai seni, pengakuan, penolakan segala komentar konstruktif maupun destruktif dan hal tersebut yang membuat seni berkembang ditangan seniman.
            Salah satu peran masyarakat dalam menilai seni adalah hadirnya kritikus seni dan atau kurator. Mereka adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman seni lebih dari mayoritas masyarakat penikmat seni. Masyarakat juga perlu memproduksi kritikus-kritikus seni yang handal lewat pendidikan yang mapan baik itu melalui adopsi budaya barat maupun optimalisasi dari kearifan lokal Indonesia.
            Seniman dan budayawan menggunakan seni sebagai media kritik. Sebut saja Butet Kertarejasa, dalam tayangan Program televisi “Sentilan Sentilun” menyajikan obrolan-obrolan ringan namun tajam yang megkritik pemerintah Indonesia dalam berbagai hal terutama kesalahan-kesalahan yang ada pada sistem atau skandal yang ada Indonesia. Gaya kesenian yang dibuat sepopuler mungkin, yang diharapkan dapat dimengerti oleh orang Indonesia kebanyakan. Apa yang dilakukan Butet dalam program itu merupakan kritik dengan media seni, memiliki pesan moral pada masyarakat dan negarawan.
            Cendekiawan, negarawan dapat menggunakan isi seni dalam mengubah pola pikir dalam memerintah. Kritik sosial yang dilakukan oleh Butet sedikitnya sudah mewakili opini masyarakat Indonesia tentang negaranya, negarawan yang baik harusnya dapat menyimpulkan sesuatu dari karya seni tersebut dan membuat kebijakan-kebijakan yang baik pula. Seniman juga memiliki tanggung jawab dalam mencerdaskan masyarakat agak dapat memahami seni, membuat buku yang berkenaan dengan keahliannya dengan bahasa yang dipahami masyarakat adalah salah satu cara agar masyarakat tidak tersandung dengan masalah lain disaat sedang memecahkan masalah.
f.       Konteks seni
            Masyarakat memiliki sebuah sistem yang baik dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, tujuannya adalah ketentraman. Seni merupakan hal yang juga terstruktur, rapi, namun sangat dinamis, sangat fleksibel berperan sesuai dimana dan bagaimana karya seni itu dibuat. Seniman merupakan bagian masyarakat yang bertanggung jawab atas dinamika tersebut.
            Seni awalnya dibuat oleh seniman berdasarkan apa yang berlaku di masyarakat dan memiliki kebermanfaatan bagi masyarakatnya. Seperti air yang mengikuti aliran sungai yangh lebih rendah, seni sangat fleksibel sesuai bagaimana seniman membuatnya. Terkadang seni dimodifikasi jauh dari nilai aslinya demi mendapatkan suatu hal yang baru bahkan mungkin seniman mendobrak tadisi dalam sebuah masyarakat sehingga karya seni tersebut ditolak dalam lingkungan masyarakat tersebut, hal tersebut merupakan resiko yang harus ditanggung seniman demi mengembanghkan nilai seni dalam masyarakat. Yang bijaksana adalah masyarakat dan seniman saling membantu memahami satu sama lain dalam membuat karya seni dan dalam menerima nilai-nilai seni yang terkandung dalam bentuk baru.
            Ilmu pengetahuan dan seni memiliki kedudukan yang sejajar dan saling terkait satu sama lain. Dengan ilmu pengetahuan, pengembangan unsur-unsur berkesenian dapat dengan mudah berkembang. Contoh sederhana adalah printer, printer adalah produk ilmu pengetahuan yang berbasis seni berfungsi sebagai alat cetak. Seni cetak ada jauh sebelum mesin printer diciptakan. Satu hal mempresentasikan dua bidang ilmu yang sejajar, yaitu ilmu pengetahuan dan seni. 
            Seni adalah keindahan, kehamonisan dan lebih didominasi oleh banyak kebaikan. Dalam politik yang identik dengan jargon “politik itu jahat”, sepertinya diperlukan meditasi jiwa lewat seni bagi orang-orang yang ada didalam politik itu sendiri. Berfungsi sebagai healingdisaat stress tingkat tinggi yang melanda jika memang benar politik itu “jahat”. Seni sebagai obat bagi hal negatif agar kembali natural dan jernih.
            Kembali kedalam sejarah umat manusia yang menyebabkan adanya hari ini. Masa lalu adalah bahan ajar yang baik, untuk diperbaiki demi masyarakat yang tentram. Dokumentasi-doklumentasi masa lalu merupakan bahan analisis bagi para ilmuwan dan seniman agar dapat mengetahui latar belakang “siapa kita” sebenarnya.Indonesia sebagai bangsa yang besar, yang memiliki sejarah seni yang panjang pula, dapat melihat jati diri bangsa kita sendiri lewat seni-seni masa lalu. Dapat menggunakan ideologi asli bangsa dalam menjalani kehidupan yang tentram sekaligus dapat menjadi tawaran bagi bangsa lain tentang konsep kehidupan yang bangsa ini miliki.


KESIMPULAN
Dapat dikatakan bahwa bagi Schopenhauer, seni bukan merupakan tempelan atau jiplakan saja. Estetikanya tidak dapat dilepaskan dari filsafatnya yang berpusat pada Kehendak. Kehendak adalah dasar dari semua hal, dan juga menjadi sumber penderitaan manusia di dunia ini. Dan manusia yang Kehendakknya tidak terpuaskan akan terus menderita dan mengalami kesengsaraan. Menurut Schopenhauer, seni membebaskan manusia dari tekanan Kehendak. Kehendak itu mengobjektivasi diri dalam seni. Objektivasi ini terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui ide dalam bentuk seni arsitektur, seni lukis, seni pahat, puisi dan drama. Kedua, secara langsung tanpa perantara, yakni dalam seni musik. Inilah criteria kenapa musik mendapat posisi dan penilaian tertinggi dalam filsafat Schopenhauer.




DAFTAR PUSTAKA
Yusup, Iryandi. 2010. http://fauziteater76.blogspot.co.id/2013/05/ulasan-filsafat-seni-buku-filsafat-seni.html di akses pada, jumat 25 september 2015.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film “How Art Made The World” hai sahabat Blog imes jq, hari ini imes mau kasih sedikit apa yang imes tau, soal review film dokumenter tentang seni, ini dikarenakan imes habis ngikutin mata kulaih sejarah desain grafis waktu lalu, semoga ini bisa membantu kalian semua. hehehe Review Film “How Art Made The World” Judul Film                   : “HOW ART MADE THE WORLD” Episode 1                    : “ More Human Than Human ” Pembawa Acara          : Dr. Nigel Spivey REVIEW                    : Akibat yang terjadi pada ribuan tahun yang lalu Citra yang kita kenal berupa gambar, simbol dan seni yang kita jumpai tiap hari ternyata memiliki ...
Review Film “How Art Made The World Episode 2” Hai lagi sahabat Blogger imes jq, ini nih adalagi review film dokumenter yang sudah imes nonton saat mata kuliah sejarah desain grafis. bisa dilihat dan di pelajari , keren deh film nya, jangan cuman copy paste yah? lihat juga film nya yah? Review Film “How Art Made The World” Judul Film                   : “HOW ART MADE THE WORLD” Episode 2                    : “The Day Pictures Were Born” Pembawa Acara          : Dr. Nigel Spivey Sutradara                     : Robin Dashwood & Mark Hedgecoe REVIEW  ...