PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Filsafat
merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan, karena dalam filsafat banyak ilmu
yang dikaji. Filsafat adalah pandangan tentang dunia dan alam yang dinyatakan
secara teori. Filsafat adalah suatu ilmu atau metode berfikir untuk memecahkan
gejala-gejala alam dan masyarakat. Filsafat mempersoalkan soal-soal:
etika/moral, estetika/seni, sosial dan politik, epistemologi/tentang asal
pengetahuan, ontologi/tentang manusia, dan objek kajian lainnya. Dalam hal ini,
kita akan mengkaji mengenai
Filsafat Seni. Filsafat seni identik membahas mengenainilai rendah dan tidak
rendah, karenanya lebih cenderung untuk diterapkan kepada soal seni. Namun,
dalam filsafat seni dapat dikatakan subjektif. Filsafat seni mempersoalkan
status ontologis dari sebuah karya seni dan mempertanyakan pengetahuan apakah
yang dihasilkan oleh seni, serta apakah yang dapat diberikan oleh seni untuk
menghubungkan manusia dengan realitas.
Menurut
kaum empiris dari zaman Barok, permasalahan seni ditentukan oleh reaksi
pengamatan terhadap karya seni. Perhatian terletak pada penganalisisan terhadap
rasa seni, rasa indah, dan rasa keluhuran (keagungan). Namun berdasarkan
pernyataan tersebut, yang menjadi permasalahan adalah bahwa filsafat seni di
satu pihak menekankan pada penganalisisan obyektif dari benda seni, di pihak
lain pada upaya subyektif pencipta dan upaya subyektif dari apresiator. Hal
tersebut menimbulkan persoalan mengenai filsafat seni. Dengan demikian, penulis
akan mengkaji lebih dalam mengenai filsafat seni; definisi yang dikemukakan
oleh para filsuf tetapi lebih menekankan dan mengkaji pada pemikiran filsuf
Arthur Schopenhauer - pemikiran, permasalahan, serta kritik dalam filsafat
seni.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Filsafat Seni
Untuk
memahami filsafat seni atau estetika, terlebih dahulu kita melihat kedudukan
seni dalam keseluruhan sistem filsafat filsuf ini. Istilah seni (art) berasal
dari kata latin Ars yang berarti seni, keterampilan, ilmu dan kecakapan. Ada
beberapa definisi mengenai seni dan filsafat seni yang dikemukakan oleh para filsuf
seni. Diantaranya oleh G.W.F Hegel (1770-1831), seorang Filsuf Idealisme
Jerman, berpendapat seni adalah medium material sekaligus faktual. Keindahan
karya seni bertujuan menyatakan kebenaran. Baginya kebenaran adalah
"keseluruhan". Sehubungan dengan gagasan kebenaran yang
dikemukakannya, karya seni adalah presentasi indrawi dari ide mutlak (Geist)
tingkat pertama. Dalam pemikiran Hegel, ide atau roh subyektif dan roh obyektif
senantiasa berada didalam ketegangan. Ide-ide mutlak mendamaikan ketegangan
ini. Maka sebagai ide mutlak tingkat pertama pada seni roh subyektif dan roh
obyektif didamaikan. Subyek dan obyek kemudian berada didalam keselarasan
sempurna.
Menurut
Arthur Schopenhauer sendiri, seni merupakan segala usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk
yang menyenangkan, tiap orang senang dengan seni musik meskipun seni musik
adalah seni yang paling abstrak. Berbicara tentang filsafat seni, simbol-simbol
perlu mendapat perhatian untuk mempertahankan segi “misteri” pengalaman
manusia.
Filsafat
seni bagi para filsuf seni, berbicara mengenai ide, makna, pengalaman, intuisi,
semua menunjukkan sifat simbolik dari seni. Pada awalnya, Socrates yang
berpikir mengenai filsafat seni, sehingga Ia dikenal sebagai Bapak Filsafat
Seni/Keindahan. Panggilan filosofis dalam konteks filsafat seni menuntut
kerelaan, keterbukaan, dan tidak pernah prasangka apriori. Artinya, persoalan
senidapat dibahas dari sudut pandang disiplin ilmu manapun. Dalam definisi
mengenai seni merupakan proses cipta, rasa, dan karsa. Seni tidak akan ada bila
manusia tidak dihadiahi daya cipta. Filsafat dan seni sebagai komunikasi yang
kreatif, tetapi cara dan tujuannya berbeda.
Filsafat
adalah : usaha mencari kebenaran,sedangkan seni lebih pada kreasi dan menikmati
nilai.Bahkan bila seni menggunakan bahasa seperti dalam sastra, penggunaan ini
tidak sama dalam filsafat. Tujuan dari seni adalah membangkitkan emosi estetik,
sementara dalam filsafat, bahasa adalah alat untuk mengucapkankebenaran.
Melalui filsafat seni, pemahaman tentang seni akan lebih kaya. Banyak hal yang
dapat dipertanyakan. Namun, pertanyaan sebagai tantangan, bahwa filsafat seni
adalah bukan sekedar sejarah seni.
2.
Sejarah
Filsafat Seni/Estetika
Sejarah
perkembangan estetika didasarkan pada sejarah perkembangan estetika di Barat
yang dimulai dari filsafat Yunani Kuno. Hal ini dikarenakan estetika telah
dibahas secara terperinci berabad-abad lamanya dan dikembangkan dalam
lingkungan Filsafat Barat. Hal ini bukan berarti di Timur tidak ada pemikiran
estetika.Sebagaimana filsafat sejarah menurut Hegel adalah sejarah filsafatnya
itu sendiri, demikian pula filsafat seni tampaknya tidak lain dalam sejarah
seni itu sendiri. Roh merealisasikan diri dalam waktu, dan itulah yang disebut
dengan sejarah.
Sejarah
kesenian menguraikan fakta obyektif dari perkembangan evolusi bentuk-bentuk
kesenian, dan mempertimbangkan berbagai interpretasi psikologis. Sepanjang
sejarah filsafat, pandangan dan pendapat dari para filsuf tentang masalah
estetis sangatlah bervariasi. Dalam buku Pengantar Filsafat oleh Jan Hendrik
Rapar, Berdasarkan sejarah periode filsafat seni/estetika, pada abad
pertengahan seni tidak begitu mendapat perhatian dari para filsuf. Itu karena
gereja Kristen semula bersikap memusuhi seni karena dianggap duniawi dan
merupakan produk bangsa kafir Yunani dan Romawi. Akan tetapi, pada saat itu
filsuf Augustinus (354-430) memiliki minat cukup besar pada seni. Ia
menciptakan suatu Filsafat Platonisme Kristen dengan mengajarkan bentuk-bentuk
Platonis (Platonic forms) Sementara G.W.F Hegel (1770-1831) dan Arthur
Schopenhauer 1788-1860) mencoba menyusun tata jenjang bentuk-bentuk seni itu.
Bagi pemikiran Hegel, Arsitektur berada pada tingkatan paling bawah dan puisi
berada pada puncaknya.
Secara
garis besarnya, tahapan periodisasi estetika/seni disusun dalam delapan
periode, yaitu:
1) Periode Klasik (dogmatik)
2) Periode Skolastik
3) Periode Rennaisance
4) Periode Aufklarung
5) Periode Idealis
6) Periode Romantik
7) Periode Positifistik
8) Periode Kontemporer
a. Periode Klasik (Dogmatik)
Dalam
periode ini para filsuf yang membahas estetika diantaranya adalah Socrates,
Plato dan Aristoteles. Dari ketiga filsuf tersebut dapat dikatakan bahwa
Socrates sebagai perintis, Plato yang meletakkan dasar-dasar estetika dan
Aristoteles yang meneruskan ajaran-ajaran Plato.
Dalam
periode ini ada beberapa ciri mengenai pandangan estetikanya, yaitu:
1.Bersifat
metafisik
Keindahan
adalah ide, identik dengan ide kebenaran dan ide kebaikan. Keindahan itu
mempunyai tingkatan kualitas, dan yang tertinggi adalah keindahan Tuhan.
2.Bersifat
objektifistik
Setiap
benda yang memiliki keindahan sesungguhnya berada dalam keindahan Tuhan. Alam
menjadi indah karena mengambil peranannya atau berpartisipasi dalam keindahan
Tuhan.
3.Bersifat
fungsional
Pandangan
tentang seni dan keindahan haruslah berkaitan dengan kesusilaan (moral),
kesenangan, kebenaran serta keadilan.
3.
Pernyataan
Filsuf tentang Filsafat Seni
Para
filsuf mengemukakan pemikirannya pada Filsafat Seni. Pendapat dari Plato, yakni
Seni adalah keterampilan untuk memproduksi sesuatu, bagi Plato apa yang disebut
dengan hasil seni adalah tiruan (immitation), sebagai contohnya pelukis yang
sedang melukis panorama alam sesungguhnya hanya meniru panorama alam yang
pernah dilihatnya. Begitupun dengan Aristoteles, ia sependapat dengan Plato
yang menganggap bahwa seni merupakan tiruan dari berbagai hal yang ada. Namun
perbedaannya adalah, Plato menganggap bahwa seni itu tidak begitu penting
meskipun karya tulisnya adalah karya-karya seni sastra yang tak tertandingi
sampai sekarang ini, Aristoteles justru menganggap penting karena memiliki
pengaruh besar bagi manusia.
Filsuf
lain, Alexander Baumgarten (1714-1762), seorang filsuf Jerman adalah yang
pertama memperkenalkan kata aisthetikal. Baumgarten memilih estetika karena ia
mengharapkan untuk memberikan tekanan kepada pengalaman seni sebagai suatu
sarana untuk mengetahui (The perfection of sentient knowledge).
4.
Kritik
Seni
Kritik
seni termasuk dalam filsafat seni. Kritik seni merupakan kegiatan subyektivitas
pada suatu bentuk artistik juga moralnya sebagai pencerminan pandangan hidup
penciptanya. Pertimbangan berdasarkan ukuran sesuai dengan kebenaran berpikir
logis. Maka kritik hampir selalu mengarah pada filsafat seni. Penjelasan lain
mengenai kritik seni yakni sebagai bidang pengetahuan dan sebagai proses
kegiatan.
Namun
demikian, dalam arti umum sesungguhnya kritik adalah suatu penafsiran yang
beralasan dan penghargaan terhadap suatu hal berdasarkan pengetahun, ukuran
baku dan cita rasa yang bertalian dengan hal itu dari orang yang melakukanya.
Jadi kritik lebih mengutamakan perbuatan yang bersifat pribadi, berdasarkan
keyakina subyektif dan cita rasa perseorangan.
5.
Filsafat
seni menurut Jakob Sumardjo
a. Seni sebagai ekspresi
Ekspresi dalam seni
adalah sebuah pengungkapan seniman dalam sebuah proses kreatif melalui medium
seni. Ungkapan-ungkapan yang dipresentasikan seniman lewat media seni dapat
memiliki ragam komentar tergantung penanggap seninya. Kreativitas seniman
menjadi tantangan bagi masyarakat seni dalam menafsirkan ide, makna dan segala
sesuatu yang seniman ingin ungkapkan, hamper sama seperti permainan logika.
Kreativitas seniman ada karena ada pendahulunya dan merupakan upaya agar
menjadi ‘beda’ tanpa menghilangkan makna. Seniman yang baik adalah seniman yang
membuat perubahan atau pembaruan menjadi lebih nyaman, sesuai, dengan
menutup puzzleyang hilang dari pendahulunya.
Akar kreativitas seniman adalah tradisi yang ada pada lingkungannya. Sesuai
dengan waktu yang terus berjalan dan tidak akan mundur lagi, maka seniman
diharapkan membuat karya yang maknanya tetap berlaku pada tradisinya dan
disesuaikan dengan zaman yang sedang dialami oleh seniman tersebut.
Tujuan seni adalah agar masyarakat dapat memetik manfaat, baik secara etik
maupun estetik dan logika. Baik seni untuk masyarakat ataupun seni untuk seni,
keduanya sama-sama memiliki manfaat bagi masyarakat. Kreativitas seniman juga
diuji dalam mempresentasikan karya seninya, hal ini berkaitan dengan teknik dan
keahlian pengolahan media seni yang dimiliki oleh seniman. Tujuannya
cukup jelas, yaitu agar masyarakat dapat hidup berdampingan dengan seni
yang memberi manfaat.
Mengenai moralitas seniman yang terkadang terpojok oleh karena banyak tekanan dari
berbagai faktor, baik ekonomi, politik maupun banyak hal lain, hal tersebut
menjadi tanggung jawab semua pihak dalam memposisikan seni “sebagai apa?” dalam
masyarakatnya. Yang terpenting adalah seniman tidak menggadaikan makna untuk
hal yang murahan.
b. Seni sebagai benda
Seni akan berubah makna
pada setiap zaman,setting dan situasi di mana seni itu berada. Seni
digolongkan berdasarkan indera yang dimiliki manusia dan material seni, karena
manusialah yang akhirnya akan menggunakan seni tersebut demi tujuannya dan
material sebagai bentuk karya seni.
Seni terbagi dalam beberapa golongan antara lain seni visual, seni audio dan
seni audio-visual sisanya adalah pengembangan lewat peleburan, kolaborasi,
teknologi dan kemampuan teknis lain dari seniman. Hasil karya seniman yang
dipresentasikan lewat media dan material atau benda seni akan memiliki
nilai dari masing-masing individu penanggap seni maupun masyarakat yang
berkaitan dengan setting dimana karya seni itu berada.
Fungsi dari benda seni semata-mata adalah dokumentasi dari nilai seni yang
terkandung di dalamnya. Nilai yang terkandung dalam benda seni terdapat pada
estetika (etika, logika) dan makna yang terkandung dalam benda seni tersebut.
Estetika dalam bentuk seni dapat dianalisa lewat material yang digunakan, makna
yang terkandung dalam benda seni dapat dilihat dari fungsi dalam masyarakat.
Masyarakat yang memandang seni sebagai estetik disebut formalis dan
masyarakat yang memandang seni dari makna yang terkandung dari benda seni
disebut philistin. Masyarakat formalis lebih
memandang seni secara teknis dan teoritis, sedangkan masyarakat philistin melihat
“apa” yang terkandung dalam bentuk dari seni.
Seni yang memiliki makna adalah seni yang dapat menggiring penikmatnya kedalam
tujuan seni tersebut. Sebuah karya seni memiliki tujuan menginformasikan
sesuatu, dan jika informasi tersebut dapat ditangkap oleh penikmatnya,
maka seni tersebut memiliki makna. Makna yang terkandung benda seni juga dapat
artikan beragam tergantung dimana posisi penanggap seni tersebut.
c. Seni sebagai nilai
Seni sebagai
nilai akan dikembalikan kepada masyarakat seni itu sendiri, bagaimana seni
diposisikan didalam pikiran masyarakat tersebut. Bersifat subjektif dan memiliki
tantangan yang luar biasa bagi senian agar usaha mempresentasikan seni yang
dilakukan dapat “diakui” nilainya. Popular atau tidaknya sebuah seni bukan
acuan dari keberhasilan seniman membuat benda seni menjadi bernilai, kualitas
yang didambakan masyarakat setidaknya dapat menjadi acuan dalam usaha “seni
mendapatkan nilainya”.
Nilai yang dapat diambil dari seni adalah filsafat yang terkandung didalamnya.
Hal yang menjadikan seni sangat bernilai dimulai dari kualitas baik estetik,
logika dan etika. Penanggap seni yang baik akan melihat seni dari berbagai
sudut agar mendapatkan nilainya. Bisa jadi benda yang biasa saja menjadi sangat
mahal jika benda tersebut “diciptakan” dalam kondisi-kondisi yang dianggap
individu atau kelompok sangat bersejarah. Seperti naskah kuno Majapahit dalam
toko buku yang kecil di simpang jalan jika ada.
“Seni
merupakan penawar sakit disaat manusia membutuhkan ketenangan jiwa”.
d. Seni sebagai pengalaman
Pengalaman seni
merupakan respon estetik yang merupakan modal dasar individu sebagai kritikus
seni, seniman atau masyarakat intelektual seniman lainnya. Pengalaman seni
merupakan pengalaman yang utuh meliputi indrawi dan ragawi. Memiliki level atau
tingkatan keahlian yang terstruktur berdasarkan berbagai hal yang sudah dibuat,
dimaknai dan disimpulkan dan bersifat subjektif.
Pengalaman artistik merupakan pengalaman yang diperoleh atas usaha berkarya
dengan acuan-acuan karya seni sebelumnya. Pengalaman artistic juga dapat
menjadi dasar atas “tindakan spontan” saat seniman dalam proses berkarya.
Seniman sebagai manusia yang memiliki pola berpikir “kurang puas” akan membuat
suatu karya yang baru, memodifikasi tradisi dan mempresentasikan kontradiksi
dalam masyarakatnya, hal ini dinamakan seniman avant gardist.
Dalam memproduksi karya seni baik yang main stream maupun avant
garde mau tidak mau berkaitan dengan material yang digunakan untuk
menerjemahkan gagasan yang ada pada seniman tersebut. Penanggap seni akan
menjadi wasit, hakim dan atau penengah dalam menangkap gagasan yang dibuat
seniman lewat benda seni.
Seni merupakan suatu
hal independent yang masing-masing individu dapat
menilainya dari segi manapun tanpa tekanan darimanapun. Seni adalah bentuk
dokumentasi dari zamannya dan dapat diartikan baragam opini dari siapapun. Yang
merupakan kesalahan tafsir atas seni adalah tafsir atau pendapat dari seniman
pembuat yang dibenarkan secara mutlak. Dengan begitu penanggap seni telah
memenjarakan pendapatnya yang seharusnya bebas dalam penafsiran subjektif,
namun penafsiran subjektif tersebut akan jauh lebih bermakna jika penanggap
seni tersebut telah memiliki sejumlah syarat dalam menilai sebuah karya seni,
pengalaman seni salah satunya.
Menilai sebuah karya seni yang nantinya akan bersifat subjektif akan
bersinggungan dengan selera dari penanggap seni tersebut. Selera yang ada pada
penanggap seni berdiri diatas latar belakangnya seperti lingkungan, pendidikan,
pengalaman seni. Penanggap seni yang memiliki latar belakang yang lebih baik
dari penanggap seni yang lain akan lebih bijaksana dalam menilai sebuah karya
seni.
Kepentingan individu juga menjadi penjara dalam memaknai nilai seni. Sebut saja
ekonomi, sebuah kelompok musik asal Bandung ST12 yang popular saat ini. Menurut
penulis, kelompok musik tersebut menggadaikan makna seni musik demi beberapa
nilai uang yang seharusnya berkarya berdasarkan kejujuran dan presentasi dari
kemampuan yang sebenarnya. Kelompok musik tersebut sebenarnya memiliki modal
berkesenian yang jauh lebih eksplosif jika digunakan dengan semestinya, namun
besar kemungkinan karena terjebak dengan iming-iming popularitas dan
ekonomi, kelompok musik tersebut rela menggadaikan makna seni, mengecoh
masyarakat dengan sajian kualitas musik yang “tidak pintar”, itu salah satu
bentuk subjektifitas apresisasi penulis dalam mengkritisi karya yang dibuat
oleh sebuah kelompok musik yang sudah disebut.
e. PUBLIK SENI
Publik seni adalah masyarakat yang ada pada lingkungan seniman dan memiliki
latar belakang yang berbeda. Dari latar belakang yang berbeda tersebut pula
hadir “nilai” yang beragam tentang seni dan benda seni. Seni tidak hanya melulu
tentang benda seni dan seniman yang membuatnya, masyarakat seni merupakan “pasar”
yang akan mengkonsumsi seni tersebut, hasilnya adalah nilai seni, pengakuan,
penolakan segala komentar konstruktif maupun destruktif dan hal tersebut yang
membuat seni berkembang ditangan seniman.
Salah satu peran masyarakat dalam menilai seni adalah hadirnya kritikus seni
dan atau kurator. Mereka adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman seni lebih dari mayoritas masyarakat penikmat seni. Masyarakat juga
perlu memproduksi kritikus-kritikus seni yang handal lewat pendidikan yang
mapan baik itu melalui adopsi budaya barat maupun optimalisasi dari kearifan
lokal Indonesia.
Seniman dan budayawan menggunakan seni sebagai media kritik. Sebut saja Butet
Kertarejasa, dalam tayangan Program televisi “Sentilan Sentilun” menyajikan
obrolan-obrolan ringan namun tajam yang megkritik pemerintah Indonesia dalam
berbagai hal terutama kesalahan-kesalahan yang ada pada sistem atau skandal
yang ada Indonesia. Gaya kesenian yang dibuat sepopuler mungkin, yang
diharapkan dapat dimengerti oleh orang Indonesia kebanyakan. Apa yang
dilakukan Butet dalam program itu merupakan kritik dengan media seni, memiliki
pesan moral pada masyarakat dan negarawan.
Cendekiawan, negarawan dapat menggunakan isi seni dalam mengubah pola pikir dalam
memerintah. Kritik sosial yang dilakukan oleh Butet sedikitnya sudah mewakili
opini masyarakat Indonesia tentang negaranya, negarawan yang baik
harusnya dapat menyimpulkan sesuatu dari karya seni tersebut dan membuat
kebijakan-kebijakan yang baik pula. Seniman juga memiliki tanggung jawab dalam
mencerdaskan masyarakat agak dapat memahami seni, membuat buku yang berkenaan
dengan keahliannya dengan bahasa yang dipahami masyarakat adalah salah satu
cara agar masyarakat tidak tersandung dengan masalah lain disaat sedang
memecahkan masalah.
f. Konteks seni
Masyarakat memiliki sebuah sistem yang baik dalam menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari, tujuannya adalah ketentraman. Seni merupakan hal yang juga
terstruktur, rapi, namun sangat dinamis, sangat fleksibel berperan sesuai
dimana dan bagaimana karya seni itu dibuat. Seniman merupakan bagian masyarakat
yang bertanggung jawab atas dinamika tersebut.
Seni awalnya dibuat oleh seniman berdasarkan apa yang berlaku di masyarakat dan
memiliki kebermanfaatan bagi masyarakatnya. Seperti air yang mengikuti aliran
sungai yangh lebih rendah, seni sangat fleksibel sesuai bagaimana seniman
membuatnya. Terkadang seni dimodifikasi jauh dari nilai aslinya demi
mendapatkan suatu hal yang baru bahkan mungkin seniman mendobrak tadisi dalam
sebuah masyarakat sehingga karya seni tersebut ditolak dalam lingkungan
masyarakat tersebut, hal tersebut merupakan resiko yang harus ditanggung
seniman demi mengembanghkan nilai seni dalam masyarakat. Yang bijaksana adalah
masyarakat dan seniman saling membantu memahami satu sama lain dalam membuat
karya seni dan dalam menerima nilai-nilai seni yang terkandung dalam bentuk
baru.
Ilmu pengetahuan dan seni memiliki kedudukan yang sejajar dan saling terkait
satu sama lain. Dengan ilmu pengetahuan, pengembangan unsur-unsur berkesenian
dapat dengan mudah berkembang. Contoh sederhana adalah printer, printer adalah
produk ilmu pengetahuan yang berbasis seni berfungsi sebagai alat cetak. Seni
cetak ada jauh sebelum mesin printer diciptakan. Satu hal mempresentasikan dua
bidang ilmu yang sejajar, yaitu ilmu pengetahuan dan seni.
Seni adalah keindahan, kehamonisan dan lebih didominasi oleh banyak kebaikan.
Dalam politik yang identik dengan jargon “politik itu jahat”, sepertinya
diperlukan meditasi jiwa lewat seni bagi orang-orang yang ada didalam politik
itu sendiri. Berfungsi sebagai healingdisaat stress tingkat tinggi
yang melanda jika memang benar politik itu “jahat”. Seni sebagai obat bagi hal
negatif agar kembali natural dan jernih.
Kembali kedalam sejarah umat manusia yang menyebabkan adanya hari ini. Masa
lalu adalah bahan ajar yang baik, untuk diperbaiki demi masyarakat yang
tentram. Dokumentasi-doklumentasi masa lalu merupakan bahan analisis bagi para
ilmuwan dan seniman agar dapat mengetahui latar belakang “siapa kita”
sebenarnya.Indonesia sebagai bangsa yang besar, yang memiliki sejarah seni
yang panjang pula, dapat melihat jati diri bangsa kita sendiri lewat seni-seni
masa lalu. Dapat menggunakan ideologi asli bangsa dalam menjalani kehidupan
yang tentram sekaligus dapat menjadi tawaran bagi bangsa lain tentang konsep
kehidupan yang bangsa ini miliki.
KESIMPULAN
Dapat
dikatakan bahwa bagi Schopenhauer, seni bukan merupakan tempelan atau jiplakan
saja. Estetikanya tidak dapat dilepaskan dari filsafatnya yang berpusat pada
Kehendak. Kehendak adalah dasar dari semua hal, dan juga menjadi sumber
penderitaan manusia di dunia ini. Dan manusia yang Kehendakknya tidak
terpuaskan akan terus menderita dan mengalami kesengsaraan. Menurut
Schopenhauer, seni membebaskan manusia dari tekanan Kehendak. Kehendak itu
mengobjektivasi diri dalam seni. Objektivasi ini terjadi melalui dua cara.
Pertama, melalui ide dalam bentuk seni arsitektur, seni lukis, seni pahat,
puisi dan drama. Kedua, secara langsung tanpa perantara, yakni dalam seni
musik. Inilah criteria kenapa musik mendapat posisi dan penilaian tertinggi
dalam filsafat Schopenhauer.
DAFTAR PUSTAKA
Yusup, Iryandi. 2010. http://fauziteater76.blogspot.co.id/2013/05/ulasan-filsafat-seni-buku-filsafat-seni.html di akses pada, jumat 25 september 2015.
Komentar
Posting Komentar